Otonomi Daerah
Otonomi daerah di Indonesia adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan masyarakat wilayah tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
untung mencapai daya saing dan nilai guna wilayah yang mumpuni.
Beberapa aturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Perubahan Penerimaan Daerah dan
Peranan Pendapatan Asli Daerah
v
Pendapatan
daerah: PAD, bagi hasil pajak dan non pajak, pemberian dari pemerintah
v
Dalam
UU No. 25 ada tambahan pos penerimaan daerah yaitu dana perimbangan dari
pemerintah pusat
Beberapa dampak dari diberlakukannya UU No. 25
terhadap keuangan daerah adalah :
§
Peranan PAD dalam pembiayaan
pembangunan ekonomi (APBD) tidak terlalu besar. Hal ini mencerminkan tingginya
tingkat ketergantungan finansial daerah terhadap pemerintah pusat.
§
Ada Korelasi positif antara daerah yang kaya SDA dan SDM dengan peranan
PAD dalam APBD
§
Pada tahun 1998/1999 terjadi penurunan PAD dalam pembentukan APBD-nya,
salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda tanah air.
Pembangunan Ekonomi Regional
Secara tradisional pembangunan
memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau
Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang
tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu
provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin
Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha
pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya,
harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan
dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan
memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Masalah pokok dalam pembangunan
daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan
yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan
potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal
(daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif
yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk mencipatakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi – institusi
baru, pembangunan industri – industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga
kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan
baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi
daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja
untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah
daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah berserta pertisipasi
masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus
mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerah.
Faktor-faktor Penyebab Ketimpangan
Ada 2 faktor penyebab ketimpangan
pembangunan, faktor
pertama adalah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial
endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi
pembangunan dalam era PJP I lebih bertumpu pada aspek pertumbuhan (growth).
Sebagian ketidaksetaraan anugerah
awal itu bersifat alamiah (natural) atau bahkan ilahiah. Akan tetapi sebagian
lagi bersifat structural. Ketidaksetaraan itu berakibat peluang dan harapan
untuk berkiprah dalam pembangunan menjadi tidak seimbang.
Ditumpukkannya strategi pembangunan
pada aspek petumbuhan, bukanlah tidak beralasan. Secara akademik, baru
pertumbuhanlah yang telah memiliki teori-teori yang mantap dalam konsep
pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya tidaklah mengherankan kalau rancangan
pebangunan lebih menyandarkan rencana pembangunannya pada aspek pertumbuhan.
Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Hal yang sering terlupakan dari
kebijakan pembangunan ekonomi nasional sejak tahun 1969 hingga sekarang adalah
masih tingginya kesenjangan perkembangan Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang
meliputi Pulau Sulawesi, Maluku, Papua, dan kepulauan Nusa Tenggara,
dibandingkan dengan perkembangan Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
masih diwarnai beberapa permasalahan umum seperti permasalahan pertanian
tradisional dan subsistemnya; masih adanya kasus busung lapar yang diderita
warga; rendahnya kualitas kesehatan; kemiskinan dan keterisolasian; terbatasnya
ketersediaan prasarana dasar; terbatasnya pasokan air minum, listrik, dan
energi; masih terbatasnya sarana dan prasarana transportasi untuk memudahkan
aksesibilitas; bencana alam; masih rendahnya kualitas hidup masyarakat; serta
masih rawannya ancaman separatisme.
Terdapat 3 strategi pokok dalam
upaya percepatan pembangunan KTI berdasarkan rancangan RPJM Nasional 2010-2014,
yaitu: pertama, pendekatan perwilayahan untuk percepatan pembangunan. Dalam hal
ini, upaya membangun koordinasi dan komunikasi antar-propinsi di KTI akan
menjadi sangat penting peranannya. Kedua, peningkatan daya saing dengan tujuan
akhir untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian dan
keseimbangan ekosistem lingkungan hidup. Ketiga, perubahan manajemen publik,
yang juga memiliki korelasi yang sangat kuat untuk membangkitkan daya saing
wilayah, dengan memperhatikan birokrasi pemerintah yang responsif terhadap
tantangan, potensi dan masalah daerah.
Terkait rencana pengembangan wilayah
dalam sistem perencanaan pembangunan, UU Nomor 17/2004 tentang RPJPN 2005–2025
mengamanatkan bahwa pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan
potensi dan peluang keunggulan sumber daya darat dan/atau laut di setiap
wilayah, serta memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung
lingkungan. Tujuan utama pengembangan wilayah
adalah peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat serta
pemerataannya. Pelaksanaan pengembangan
wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan semua
rencana pembangunan sektor dan bidang.
Substansi dalam RPJMN 2010-2014 selain perencanaan berbasis isu/sektoral
juga akan disusun perencanaan berdimensi kewilayahan atau pulau-pulau besar.
Sosialisasi Sinkronisasi Perencanaan
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Dalam Rancangan RPJMN 2010-2014 Berdimensi
Kewilayahan bertujuan sebagai berikut.
Menyebarluaskan hasil penyusunan
strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
Sinkronisasi dan harmonisasi
perencanaan sektoral, daerah dan spasial di Kawasan Timur Indonesia sebagai
penyempurnaan hasil penyusunan strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia
dalam RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan.
Lokakarya Sosialisasi Sinkronisasi
Perencanaan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Dalam RPJMN 2010-2014
Berdimensi Kewilayahan diharapkan
menghasilkan keluaran berikut.
(1) Adanya kesepahaman dan
kesepakatan tentang rumusan strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia;
(2)
Adanya masukan dari hasil sosialisasi rumusan strategi pembangunan
Kawasan Timur Indonesia;
(3) Rekomendasi terkait strategi dan
kebijakan pembangunan Kawasan Timur Indonesia sebagai masukan dalam penyusunan
RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan;
(4)
Alternatif skenario Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
Pembangunan di Indonesia Bagian
Timur lebih tertinggal dibandingkan daerah Indonesia bagian lain. Mungkin
penyebabnya tanah yang lebih tidak subur dan masalah transportasi. Bila lihat
dari daerahnya yang agak tandus, jalannya lebih cepat rusak, entah karena
keadaan tanahnya atau karena suhu udaranya yang lebih panas. Sehingga
perjalanan memerlukan waktu tempuh yang lebih lama dan medan yang berat
Teori dan Model Analisis Pembangunan
Ekonomi Daerah
1) Teori Pembanguan Ekonomi Daerah
a. Teori Basis Ekonomi
Menyatakan bahwa faktor penetu utama
pertumbuhan bahan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
b. Teori Lokasi
Digunakan untuk penentuan atau
mengembangkan kawasan industri di suatu daerah. Inti pemikiran ini didasarkan
pada sifat yang rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan
setinggi mungkin dengan biaya serendah mugkin.
c. Teori Daya Tarik Industri
Faktor-faktor daya tarik menurut
Kotler dkk. (1997) antara lain:
• NT
tinggi per pekerja (produktivitas)
• Industri-industri
kaitan
• Daya
saing dimasa depan
• Spesialisasi
industri
• Potensi
X
• Prospek
bagi permintaan domestic
Faktor-faktor penyumbang pada tarik
menurut Kotler dkk. (1997) antara lain:
• Faktor-faktor
pasar
• Faktor-faktor
persaingan
• Faktor-faktor
keuangan dan ekonomi
• Faktor-faktor
T
sumber :
http://jabbarspace.blogspot.com/2011/05/pembangunan-ekonomi-daerah-dan-otonomi.html
http://mohammadfaj.blogspot.com/2012/11/pembangunan-ekonomi-daerah.html
"Thank you for nice information
ReplyDeletePlease visit our website visit and visit"