Wednesday, May 13, 2015

Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah


Otonomi Daerah
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan masyarakat wilayah tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan untung mencapai daya saing dan nilai guna wilayah yang mumpuni.


Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


Perubahan Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah

v  Pendapatan daerah: PAD, bagi hasil pajak dan non pajak, pemberian dari pemerintah
v  Dalam UU No. 25 ada tambahan pos penerimaan daerah yaitu dana perimbangan dari pemerintah pusat

 Beberapa dampak dari diberlakukannya UU No. 25 terhadap keuangan daerah adalah :
§  Peranan PAD  dalam pembiayaan pembangunan ekonomi (APBD) tidak terlalu besar. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan finansial daerah terhadap pemerintah pusat.
§  Ada Korelasi positif antara daerah yang kaya SDA dan SDM dengan peranan PAD dalam APBD
§  Pada tahun 1998/1999 terjadi penurunan PAD dalam pembentukan APBD-nya, salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda tanah air.

Pembangunan Ekonomi Regional
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk mencipatakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi – institusi baru, pembangunan industri – industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah berserta pertisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.


Faktor-faktor Penyebab Ketimpangan

Ada 2 faktor penyebab ketimpangan pembangunan, faktor pertama adalah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan dalam era PJP I lebih bertumpu pada aspek pertumbuhan (growth).
Sebagian ketidaksetaraan anugerah awal itu bersifat alamiah (natural) atau bahkan ilahiah. Akan tetapi sebagian lagi bersifat structural. Ketidaksetaraan itu berakibat peluang dan harapan untuk berkiprah dalam pembangunan menjadi tidak seimbang.
Ditumpukkannya strategi pembangunan pada aspek petumbuhan, bukanlah tidak beralasan. Secara akademik, baru pertumbuhanlah yang telah memiliki teori-teori yang mantap dalam konsep pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya tidaklah mengherankan kalau rancangan pebangunan lebih menyandarkan rencana pembangunannya pada aspek pertumbuhan.

Pembangunan Indonesia Bagian Timur

Hal yang sering terlupakan dari kebijakan pembangunan ekonomi nasional sejak tahun 1969 hingga sekarang adalah masih tingginya kesenjangan perkembangan Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang meliputi Pulau Sulawesi, Maluku, Papua, dan kepulauan Nusa Tenggara, dibandingkan dengan perkembangan Kawasan Barat Indonesia (KBI).

Pembangunan Kawasan Timur Indonesia masih diwarnai beberapa permasalahan umum seperti permasalahan pertanian tradisional dan subsistemnya; masih adanya kasus busung lapar yang diderita warga; rendahnya kualitas kesehatan; kemiskinan dan keterisolasian; terbatasnya ketersediaan prasarana dasar; terbatasnya pasokan air minum, listrik, dan energi; masih terbatasnya sarana dan prasarana transportasi untuk memudahkan aksesibilitas; bencana alam; masih rendahnya kualitas hidup masyarakat; serta masih rawannya ancaman separatisme.

Terdapat 3 strategi pokok dalam upaya percepatan pembangunan KTI berdasarkan rancangan RPJM Nasional 2010-2014, yaitu: pertama, pendekatan perwilayahan untuk percepatan pembangunan. Dalam hal ini, upaya membangun koordinasi dan komunikasi antar-propinsi di KTI akan menjadi sangat penting peranannya. Kedua, peningkatan daya saing dengan tujuan akhir untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem lingkungan hidup. Ketiga, perubahan manajemen publik, yang juga memiliki korelasi yang sangat kuat untuk membangkitkan daya saing wilayah, dengan memperhatikan birokrasi pemerintah yang responsif terhadap tantangan, potensi dan masalah daerah.

Terkait rencana pengembangan wilayah dalam sistem perencanaan pembangunan, UU Nomor 17/2004 tentang RPJPN 2005–2025 mengamanatkan bahwa pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan potensi dan peluang keunggulan sumber daya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan.  Tujuan utama pengembangan wilayah adalah peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat serta pemerataannya.  Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang.  Substansi dalam RPJMN 2010-2014 selain perencanaan berbasis isu/sektoral juga akan disusun perencanaan berdimensi kewilayahan atau pulau-pulau besar.

Sosialisasi Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Dalam Rancangan RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan bertujuan sebagai berikut.
Menyebarluaskan hasil penyusunan strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
Sinkronisasi dan harmonisasi perencanaan sektoral, daerah dan spasial di Kawasan Timur Indonesia sebagai penyempurnaan hasil penyusunan strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia dalam RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan.

Lokakarya Sosialisasi Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Dalam RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan  diharapkan menghasilkan keluaran berikut.

(1) Adanya kesepahaman dan kesepakatan tentang rumusan strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia;
(2)  Adanya masukan dari hasil sosialisasi rumusan strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia;
(3) Rekomendasi terkait strategi dan kebijakan pembangunan Kawasan Timur Indonesia sebagai masukan dalam penyusunan RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan;
(4)  Alternatif skenario Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
Pembangunan di Indonesia Bagian Timur lebih tertinggal dibandingkan daerah Indonesia bagian lain. Mungkin penyebabnya tanah yang lebih tidak subur dan masalah transportasi. Bila lihat dari daerahnya yang agak tandus, jalannya lebih cepat rusak, entah karena keadaan tanahnya atau karena suhu udaranya yang lebih panas. Sehingga perjalanan memerlukan waktu tempuh yang lebih lama dan medan yang berat

Teori dan Model Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
1)         Teori Pembanguan Ekonomi Daerah
a.         Teori Basis Ekonomi
Menyatakan bahwa faktor penetu utama pertumbuhan bahan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
b.        Teori Lokasi
Digunakan untuk penentuan atau mengembangkan kawasan industri di suatu daerah. Inti pemikiran ini didasarkan pada sifat yang rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mugkin.
c.         Teori Daya Tarik Industri
Faktor-faktor daya tarik menurut Kotler dkk. (1997) antara lain:
•        NT tinggi per pekerja (produktivitas)
•        Industri-industri kaitan
•        Daya saing dimasa depan
•        Spesialisasi industri
•        Potensi X
•        Prospek bagi permintaan domestic

Faktor-faktor penyumbang pada tarik menurut Kotler dkk. (1997) antara lain:
•        Faktor-faktor pasar
•        Faktor-faktor persaingan
•        Faktor-faktor keuangan dan ekonomi
•        Faktor-faktor T

 sumber :
http://jabbarspace.blogspot.com/2011/05/pembangunan-ekonomi-daerah-dan-otonomi.html
http://mohammadfaj.blogspot.com/2012/11/pembangunan-ekonomi-daerah.html
Share:

Related Posts:

1 comment: