Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto atau PDB
adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah
tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun)
PDB berbeda dari produk nasional
bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang
bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari
suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai
faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB atau Produk Nasional
Bruto memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
Pertumbuhan dan Perubahan Struktur
Ekonomi
Kesejahteraan masyarakat dari aspek
eknomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional perkapita. Untuk dapat
meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu
target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi.
Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembagnunan ekonomi suatu
Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah
pertumbuhan. Untuk Negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya
sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan
bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga
pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar
dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat perkapita
dapat tercapai.
Pertumbuhan
ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan
pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan
ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
1.
Faktor Sumber Daya Manusia, Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan
ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor
terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan
tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan
memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakanproses pembangunan.
2.
Faktor Sumber Daya Alam, Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada
sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian,
sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi,
apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola
sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya
kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan
laut.
3.
Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatanproses pembangunan,
pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh
mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas
serangkaian aktivitas pembangunanekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya
berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
4.
Faktor Budaya, Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan
ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau
pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya
yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja
cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambatproses
pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5.
Sumber Daya Modal, Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan
meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal
sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunanekonomi karena
barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
Faktor – Faktor Penentu Prospek
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
a.
PDB
Product Domestic Bruto (PDB)
Indonesia diproyeksikan menjadi Rp 4.200 triliun pada 2008. Sektor yang
diharapkan untuk mendorong pertumbuhan PDB tersebut dari sektor konsumsi dan
proyek infrastruktur. PDB 2008 sekitar Rp. 4.200 triliun. Yang paling mendorong
itu konsumsi. Konsumsi adalah 60 persen, pemerintah menaruh pertumbuhan ekonomi
itu didukung dengan kebijakan fiskal. Sedangkan PDB Indonesia pada 2007
diperkirakan mencapai Rp. 3.531,08 triliun.Konsumsi masyarakat yang pada titik
kritis saat ini akibat menurunnya daya beli. Karena itu, pemerintah tengah
menyiapkan program yang dapat meningkatkan pendapatan riil masyarakat dan
pengentasan kemiskinan. Selain itu, pemerintah juga akan mengurangi tingkat
suku bunga dan inflasi.
Penerimaan
naik itu tidak ada artinya jika inflasinya tinggi. Selain itu, harga
terkendali, sehingga akhirnya income riil naik.Titik kritis yang lain adalah
investasi. Untuk mencapai pertumbuhan PDB pada level tersebut, diperlukan
investasi lebih dari Rp. 1.000 triliun. Jumlah kebutuhan investasi untuk
mendorong infrastruktur. Jika investasi itu naik, maka akan terjadi akselerasi
dan akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan. Sehingga pemerintah dalan mengalokasikan
jumlah anggaran yang cukup signifikan dalam belanja infrastruktur.Anggaran
untuk infrastruktur itu, dapat disebar di departemen teknis antara lain
Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan. Pemerintah yang punya
anggaran belanja modal, akan menggunakannya untuk belanja irigasi, bandara,
pelabuhan, kereta api.Selain mengalokasikan anggaran yang meningkat signifikan
untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah juga mendorong investasi swasta
melalui skema Public Private Partnership (PPP) untuk beberapa proyek seperti
infrastruktur listik, pengadaan jalan, bandara dan pelabuhan. Menurut Anggito,
pemerintah akan melakukan pembagian risiko terhadap pihak swasta.
Investasi juga akan dibentuk dari
perbankan, PMDN, PMA, pasar modal, dan keuntungan perusahaan yang
diinvestasikan. "Jadi dari sumber-sumber itu sudah masuk pipeline untuk
bisa mendukung investasi yang memadai untuk 2008. Semua itu cukup untuk
mendukung pertumbuhan 6,8 persen.Konsumsi, investasi, ditambah kinerja ekspor
yang masih cukup baik, mampu membentuk PDB menjadi Rp 4.200 triliun.
Sebelumnya, ekonomi pada 2008 ditargetkan tumbuh 6,8 persen. Asumsi tersebut
juga memperhatikan proyeksi pencapaian 2007 yang diprediksi hanya akan mencapai
6,1 persen. Untuk mengejar target 2008 itu, beberapa indikator pendorong
pertumbuhan mesti dipenuhi yaitu konsumsi rumah tangga harus tumbuh 5,9 persen,
konsumsi pemerintah 6,2 persen, investasi 15,5 persen, ekspor 12,7 persen, dan
impor 17,8 persen. Sedangkan Standard Chartered Bank (SCB) memprediksi
pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) tahun 2008 hanya 6,3%.
Angka ini jauh lebih rendah dari target PDB dalam APBN 2008 sebesar 6,8%.
Setelah terpengaruh oleh dampak
peningkatan tajam harga minyak dan tingkat suku bunga di tahun 2005, ekonomi
Indonesia berangsur pulih dan perkembangannya cenderung meningkat dari 5,5% di
tahun 2006 menjadi 6,1% di tahun 2007 dan 6,3% di tahun 2008. Angka PDB SCB ini
sudah memperhitungkan prediksi adanya perlambatan ekonomi global di 2008.
Tingginya harga minyak dunia merupakan ancaman bagi pertumbuhan. Dan PDB SCB
memperkirakan harga minyak akan turun di 2008 seiring dengan melambatnya
pertumbuhan ekonomi global. Sementara menjelang Pemilu 2009 terlihat prospek
pertumbuhan ekonomi. Ini karena pemerintah akan meningkatkan belanja untuk
infrastruktur, mempercepat program infrastruktur. Angka pertumbuhan ekonomi
2008 dalam APBN sebesar 6,8% menurut Bank Indonesia (BI) adalah angka yang
paling optimistis. BI sendiri untuk tahun 2008 lebih memilih target yang aman
di kisaran 6,2-6,8 persen. Dalam APBN 2008, pertumbuhan ekonomi yang sebesar
6,8 persen memakai asumsi inflasi sebesar 6 persen, defisit anggaran 1,7 persen,
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 9.820, bunga SBI 3 bulan 7,5 persen dan
harga minyak US$ 60 per barel. Produksi minyak 1,034 juta barel per hari.
Pertumbuhan Ekonomi selama orde baru
hingga saat ini
Melihat kondisi pembangunan ekonomi
Indonesia selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis ekonomi 1997) dapat
dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang
sepektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat
diukur dengan sejumlah indicator ekonomi makro. Yang umum digunakan adalah
tingkat PN perkapita dan laju pertumbuhan PDB pertahun. Pada tahun 1968 PN
perkapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60.
Namun, sejak pelita 1 dimulai PN
Indonesia perkapita mengalami peningkatan relatif tinggi setiap tahun dan pada
akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan PDB rata-rata pertahun juga tinggi 7%-8% selama 1970-an dan turunke
3%-4% pertahun selama 1980-an. Selama 70-an dan 80-an, proses yang cukup
serius, yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seprti
merosotnya harga miyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan
1980-an dan resensi ekonomi dunia pada decade yang sama. Karena Indonesia sejak
pemerintahan orde baru menganut system ekonomi terbuka, 18 goncangan-goncangan
eksternal seperti itu sangat terasa sangat dampaknya terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Selain
faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas primer maupun barang-barang
industri maju, seperti jepang, as, dan eropa barat yang merupahkan pasar
penting ekspor indonesia. Dampak negative dari resensi ekonomi dunia tahun 1982
terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju perumbuhan ekonomi selama
1982- 1988 jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Karena pengalaman
menujukan bahwa biasanya resensi ekonomi dunialebih mengakibatkan permintaan
dunia berkurang terhadap bahan-bahan baku ( yang sebagian besar di ekspor oleh
NSB) daripada permintaan terhadap barang-baraang konsumsi, seperti alat-alat
rumah tangga dari elektronik dan mobil (yang pada umumnya adalah ekspor
Negara-negara maju).
Pada saat krisis ekonomi mencapai
klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh dratis hingga 13,1%.
Namun, padatahun 1999 kembali positif walaupun kecil sekitar 0,8% dan tahun
2000 ekonomi Indonesia sampai mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hampir
mencapai 5%. Namun, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi kembali merosot hinngga
3.8% akibat gejolak politikyang sempat memanas kembali dan pada tahun 2007 laju
pertumbuhan tercatat sedikit diatas 6%.
Antara tahun 1990 hingga setahun
menjelang krisis ekonomi, ekonomi indonesia tumbuh rata-rata pertahun diatas
8%. Kemajuan yang dicapai oleh cina dan india memang sangat menakjubkan. Pada
awal dekade 90-an, pertumbuhan ekonomi dikedua Negara besar tersebut
masing-masing tercatat hanya 3,8% dan 5,3%. Namun, pada pertengahan dekade
90-an, pertumbuhan kedua Negara itu sudah menyamai bahkan melewati persentasi
Indonesia. Dari sejumlah Negara ASEAN yang juga dihantam oleh krisis 1997/98,
Indonesia memang paling parah dengan pertumbuhan negative hingga 13,1%,disusul
kemudian oleh Thailand dengan -10,5%dan Malaysia-7,4%. Namun, yang menakjubkan
dari kedua Negara tersebut setahun setelah itu ekonomi mereka mengalami pulih
lebih cepat dibandingkan ekonomi Indonesia yang hanya 0,8%.
Laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik setelah 1998 tercerminkan
pada peningkatan PDB perkapita atas dasar harga berlaku tercatat sekitar 4,8
juta rupiah. Tahun 1999 naik menjadi 5,4 juta rupiah dan berlangsung sehingga
mencapai sekitar 10,6 juta rupiah tahun 2004, perkapita Indonesia pada tahun
2006 mencapai 1420 dalar AS, di atas india, tetapi masih jauh lebih rendah
dibandingkan china.
Tahun
1998, sebagai akibat dari krisis ekonomi, semua komponen pengeluaran mengalami
penurunan, terkecuali X, yang maengakibatkan kontraksi AD sekitar 13%.
Sedangkan perkembangan X bias bertahan positif selama masa krisis terutama, seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Komponen AD yang paling besar penurunannya
selama 1998 adalah pembentukan modal bruto (investasi) yang merosot sekitar
33,01% dibandingkan kontraksi dari pengeluara konsumsi swasta (rumah tangga)
sebesar 6,40% dan pengeluaran pemerintah sekitar 15,37%.besarnya penurunan
investasi tersebut juga kelihatan jelas dari penurunan persentasenya terhadap
PDB pada tahun 2000 pertumbuhan investasi (tidak termasuk perubahan stok)
sempat mencapai hampir 18%, namun setelah itu merosot terus hingga negative
pada tahun 2002.
Pada awalnya, salah satu faktor
penting yang menyebabkan merosotnya kegiatan investasi didalam negri selama
masa krisis,seperti juga dinegara-negara asia lain yang terena krisis (korea
selatan dan Thailand), adalah karena kerugian besar yang dialami oleh perusahan
swasta akibat depresiasi rupiah yang besar, sementara utang luar negri (ULN)
nya dalam mata uang dolar AS tidak dilindungi (hedging) sebelumnya dengan kurs
tertentu di pasar berjangka waktu kedepan (forward). Factor-faktor lain yang
membuat lesunya komponen investasi didalam AS diantaranya adalah jatuhnya harga
saham, pelarian moda ( atau arus modal keluar lebih banyak daripada arus
masuk), dan resiko premium yang meningkat drastis.
Dua faktor terakhir ini didorong
terutama oleh kondisi politik, social, keamanan dan penegakan hukum yang buruk.
Sedangkan dari ekspor meningkat karena memang depresiasi rupiah terhadap dolar
As waktu itu membuat sebagian produk Indonesia, khususnya perkebunan, mengalami
peningkatan daya saing harga.
Perubahan Struktur Ekonomi
Pembangunan ekonomi dalam jangka
panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa perubahan
mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian
sebagai sector utama ke ekonomi modern yang didominasi sector non primer,
khususnya industri manufaktur dengan increasing return to scale (relasi positif
antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai
mesin utama pertumbuhan ekonomi (Weiss, 1988).
Meminjam istilah Kuznets, perubahan
struktur ekonomi umum disebut transformasi structural dan dapat didefinisikan
sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam
komposisi permintan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), dan
penawaran agregat (produksi dan penggunaan factor-faktor produksi seperti
tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979).
1. Teori
Teori
perubahan structural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi
ekonomi yang dialami oleh negara-negara sedang berkembang, yang semula bersifat
subsisten (pertanian tradisional) dan menitikberatkan sector pertanian menuju
struktur perekonomian yang lebih modern yang didominasi sector non primer,
khususnya industri dan jasa. Ada 2 teori
utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi yakni
dari Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi
structural).
Teori
Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di
pedesaan dan perkotaan (urban). Dalam teorinya,
Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi
menjadi dua, yaitu perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai
sector utama. Di pedesaan, karena
pertumbuhan penduduknya tinggi, maka kelebihan suplai tenaga kerja dan tingkat
hidup masyarakatnya berada pada kondisi subsisten akibat perekonomian yang
sifatnya juga subsisten. Over supply
tenaga kerja ini ditandai dengan nilai produk marjinalnya nol dan tingkat upah
riil yang rendah.
Di
dalam kelompok negara-negara berkembang, banyak negara yang juga mengalami
transisi ekonomi yang pesat dalam tiga decade terakhir ini, walaupun pola dan
prosesnya berbeda antar negara. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan antar negara dalam sejumlah factor-faktor internal
berikut:
1) Kondisi dan struktur awal dalam negeri
(economic base)
2) Besarnya pasar dalam negeri
3) Pola distribusi pendapatan
4) Karakteristik industrialisasi
5) Keberadaan SDA
6) Kebijakan perdagangan Luar Negeri
0 comments:
Post a Comment